Gak Bisa Bayar Kos Malah Disuruh Ngewe

0 views
0%

Gak Bisa Bayar Kos Malah Disuruh Ngewe

Gak Bisa Bayar Kos Malah Disuruh Ngewe

Pindah ke kota besar untuk kuliah adalah langkah terbesar dalam hidupku. Dengan sedikit tabungan dan mimpi besar, aku menyewa kamar di sebuah rumah kos sederhana. Pemiliknya, Bu Mira, adalah seorang wanita paruh baya yang selalu menyapa dengan senyum hangat dan secangkir teh di tangannya.

Awalnya, aku hanya menganggap Bu Mira sebagai ibu kos yang baik hati. Dia sering bertanya apakah aku sudah makan atau membutuhkan bantuan. Rumah kos ini lebih dari sekadar tempat tinggal; itu mulai terasa seperti rumah.

Suatu sore, hujan turun deras, dan aku terjebak di beranda rumah. Bu Mira datang membawa payung dan duduk di sebelahku. “Hujan begini enaknya ngobrol, ya,” katanya sambil tertawa kecil.

Kami berbicara tentang banyak hal—keluargaku di kampung, mimpi-mimpiku, dan kehidupannya yang ternyata penuh liku. Dia pernah kehilangan suaminya dalam kecelakaan beberapa tahun lalu, dan sejak itu, dia mengelola rumah kos sendirian.

Seiring waktu, kami semakin dekat. Bukan dalam arti yang tidak pantas, tapi lebih seperti dua orang yang saling menemukan kenyamanan dalam percakapan dan kehadiran satu sama lain. Ada kehangatan dalam caranya mendengarkan, dalam caranya memastikan aku baik-baik saja tanpa membuatku merasa terbebani.

Suatu hari, dia memberiku sepiring nasi goreng buatannya dan berkata, “Kamu tahu, melihatmu di sini mengingatkanku pada anakku. Kalau saja dia masih ada…” Matanya berkaca-kaca, dan aku merasa ada sesuatu yang lebih dalam di balik kata-katanya.

Aku menyadari bahwa hubungan kami lebih dari sekadar ibu kos dan anak kos. Dia adalah seseorang yang mengajarkanku arti peduli, dan aku adalah seseorang yang mengingatkannya bahwa hidup masih bisa penuh makna, bahkan setelah kehilangan besar.

Kami tidak pernah membahas perasaan lebih jauh, karena mungkin itu bukan tentang asmara dalam arti tradisional. Itu adalah hubungan yang dibangun di atas rasa hormat, rasa syukur, dan kebutuhan akan kehadiran seseorang di saat-saat tertentu.

Hingga kini, setiap kali hujan turun dan aku duduk di beranda, aku teringat pada senja-senja yang kami habiskan bersama. Tidak ada kata cinta yang diucapkan, tapi aku tahu, dalam cara yang sederhana, kami saling peduli.

From:
Date: January 1, 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *